SBY Hadapi 120 Tuntutan Hukum

Nasional / 13 October 2010

Kalangan Sendiri

SBY Hadapi 120 Tuntutan Hukum

daniel.tanamal Official Writer
2237

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) terbilang kepala negara yang paling banyak dituntut secara hukum oleh masyarakat. Sejak Januari hingga Oktober 2010, sebanyak 120 tuntutan hukum diarahkan ke Presiden. Jumlah itu lebih banyak dibandingkan ketika Soeharto dan Soekarno memerintah.

Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Sudi Silalahi dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Jakarta, Senin (11/10), mengatakan, 120 tuntutan itu termasuk banyak sekali, kalau dibandingkan pada era Pemerintahan Presiden Soeharto atau Presiden Soekarno, hanya ada satu atau dua tuntutan hukum saja. “Tuntutan itu banyak sekali. Tuntutannya antara lain, 29 gugatan perdata, 11 gugatan tata usaha negara, dan 27 perkara permohonan hukum di Mahkamah Agung (MA). Selain itu, 53 perkara melalui Mahkamah Konstitusi (MK),” jelas Sudi.

Sudi menegaskan, Setneg tidak dapat menghindari tuntutan hukum tersebut, karena disampaikan melalui panitera, yang berarti proses pengajuan memenuhi peraturan hukum. “Kalau rakyat menggugat, kami hormati. Tapi, hampir setiap hari kami menang,” katanya. Ditambahkan, kalau pun kalah, maka Presiden SBY tetap menghargai gugatan yang diajukan padanya.

Menurutnya, hampir setiap hari Setneg membuat surat kuasa untuk melayani tuntutan hukum tersebut di pengadilan. Dan surat kuasa diberikan kepada kementerian terkait. Analis Charta Politika Karel Susetyo mengatakan, 120 tuntutan menunjukkan sesuatu yang baik. Bahkan, itu sebagai indikator positif, negara merawat demokrasi dengan baik. “Adanya 120 tuntutan menunjukkan pemerintah merawat demokrasi dengan baik. Itu juga memperlihatkan, publik mulai menilai bahwa tindakan seperti pembangkangan dan lainnya sebaiknya disalurkan ke jalur yang tepat, yakni hukum,” ujarnya di Jakarta, Selasa (12/10).

Dikatakan, situasinya memang berbeda dengan zaman pemerintahan Presiden Soekarno atau Presiden Soeharto. Ketika itu, rakyat tidak hidup dalam situasi politik yang demokratis karena cenderung otoriter.


Sumber : sindo/dpt
Halaman :
1

Ikuti Kami